Friday, October 5, 2012

Saat aku diterpa senja I



Aku sampai diujung waktu. Merasakan fasa berbeda antara hagatnya mentari yang akan mulai tenggelam dengan hawa dingin yang mulai menyapa kala senja di depan mata. Aku belum boleh menyerah hanya sampai disini. Walau semua memang nampak jelas, walau aku memang menjadi aktor didalamnya, tapi aku tidak bisa hanya menunggu perlahan tubuhku layu tak terpakai. Setidaknya aku masih bisa membuat beberapa orang disekitarku mengeluarkan senyum mereka. Walau tak semua yang berada disisiku mampu merasakan kehangatanku yang perlahan akan hilang. Aku bukan takut. Aku bukan risau. Aku hanya tak mau perlahan mereka meninggalkanku disaat genting aku membutuhkan mereka walau hanya sekedar senyuman sinis. Aku tahu mereka memperhatikanku setdaknya lewat itu. Harapan itu masih ada sampai sekarang. Harapan akan sepenuhnya menjadi manusia normal, aku tahu kemungkinannya tidak banyak. Namun, itulah yang memotivasiku untuk terus berkarya. Ya Rahim, zat penyayangku, maka kuatkan aku setidaknya untuk sekedar membagi kehangatan yang aku punya. Dan, aku akan bertahan untuk kalian semua. Akan tidur bahagia untuk kalian. Akan pergi untuk kalian. Akan tenggelam bersama mentari untuk kalian. Terangi harinya yang kusayang dengan lembut mentariMu, buka genggaman yang menjadi hak mereka.

Nanda           : bu, aku berangkat yaa..
Ibu               : sarapannya sudah? Bekalnya? Minumnya?
Nanda           : oh ya, minumnya lupaa..
Ayah            : gag usah buru-buru mbak
Nanda          : biologi nih gag boleh telat, udah ya berangkat.. (kemudian menyalami tangan Ayah dan Ibu) assalamualaykum.
Ayah & Ibu  : waalaykumsalam
Dengan bahagianya Nanda melaju motornya menuju sekolah kebanggaannya itu. Melewati rerumputan yang menyapanya dengan riang, menyambut langit biru yang tengah mempersiapkan mentari dibalik sisa kebekuan langit semalam.
Semangat itu masih terjaga dalam jiwanya sampai sekarang. Nanda masih periang, tak lalu terpuruk ketika masalah menyambutnya untuk air mata yang begitu berharga. Prestasi-prestasi nanda sangat luar biasa di sekolahnya. Begitu yang dirasakan teman-temannya. Nanda tak pernah mau melihat temannya terpuruk saat ia berada dijalan yang sama dengannya. Tak pernah ia mau melihat teman-temannya didera kecemasan luar biasa menjelang Ujian Nasional. Menjelang gerbang pintu masa depan.  Nanda belum mengetahui apa yang sedang menggerogoti tubuhnya dari dalam. Kedua orang tuanya masih enggan berbicara dan membahasnya.
Sampai pada akhirnya Nanda mengetahuinya sendiri krena tak sengaja mendengar pembicaraan kedua orang tuanya. Bukan sengaja ia ingin menguping. Namun, itulah jalan Allah untuk menguji kedewasaannya. Meski sempat menangis terpuruk tapi ia tak mau berlarut dalam tangis itu.
Tak ada yang mengetahui apapun yang sedang bergelayut dalam tubuhnya. Meskipun seseorang yang pernah masuk dalam kehidupan dan sempat menghuni relung serta berpredikat sebagai kekasihnya sempat memancingnya untuk terbuka dengannya. Nanda hanya berkata ia dalam keadaan baik. Nanda sosok yang hangat. Perasaan tidak enak dalam jiwanya sangat amat besar. Ketakutan akan menyakiti hati orang lain menjadi kewaspadaannya. Nanda memang seorang remaja putri dengan kepribadian kompleks. Apapun yang akan ia lakukan, otaknya kan berkembang menalar apa yang akan terjadi padanya setelah itu, sehari setelah itu, sebulan setelah itu, setahun setelah itu, bahkan sepuluh tahun setelah itu. Nanda Ayu Larasati. Begitulah namanya berada di absen kelas. Hingga saat Ujian Nasional menjelang, ia tak mau membawa beban itu masuk kedalam semangatnya menuntut ilmu. Semangat belajarnya semakin luar biasa. Kota impian yang menjadi cita-citanya melanjutkan studi selanjutnya, menjadi semangat terbesar yang menggebu dalam hatinya. Kekecewaan, ketakutan, rasa minder, pernah sekali dua kali ia rasakan. Kecamuk hatipun pernah ia rasakan. Tahu apa yang dianggapnya? Mereka semua itu ingin membantuku menggores kertas dengan spidol warna, walau berwarna gelap.
Ujian Nasional berhasil. Dan setahun bersama teman-temannya dikelas tiga dilewatinya bersama sesuatu yang bergelayut itu.
apa bisa disembuhkan? Apa mungkin bisa hilang?
Nanda sadar jika ia terus-terus seperti ini, ia tak akan melewati hidupnya dengan kebahagiaan. Tanpa kenangan dan hanya terpaku oleh kata-kata andai. Itu sebabnya Allah tak suka kata-kata berandai.
Dan akhirnya berhasil menembus Universitas yang ia inginkan. Waktu itu ia merasakan kebahagiaan yang tak sempurna. Bayangannya dulu ia mampu berbagi manisnya keberhasilan dengan seseorang luar biasa yang mampu merubah hidupnya. Yah, semangatku tak shebat dulu rasanya. Biarkan. Abaikan. Bayangan yang berdiri disebelah kanan tubuhku seakan membisikkan kata-kata itu padaku. Harapku kini semoga ada waktu pengganti yang Allah beri untukku bisa bertemu lagi dengannya dan membagi kisah hidup.

2 comments:

  1. kerreeennnn :-) saya suka bahasanya .

    ReplyDelete
    Replies
    1. terimakasih. Silakan kalau ada masukan, mohon maaf karena vakum sangat lama

      Delete

PANDEMIC. Kapan selesainyaaa ?

 Hai. Salam Sehaaat. Sekarang 19 Agustus 2021. Sudah lewat 1 tahun lebih covid menyerang negara kita yang tenang nan bahagia. HAHA. Sadar ga...