Friday, July 15, 2011

Jogja I'm in Love II

Hari-hari menegangkan atas ujian perlahan berlalu layaknya angin yg pergi lewat begitu saja dan tak menyapaku. Kini saatnya menikmati hariku sebagai gadis Jogja. Hari kamis lalu aku beranjak pergi menjelajahi kota Jogja. Berkeliling, naik delman. Ya, serasa menjadi putri keraton saat duduk di depan bersama pak kusir dengan rok panjang coklat semampai yg aku kenakan. Benar benar seperti putri ningrat. Aku disapa semilir lembut udara pagi. Sejuk. Menguatkan rasa rindu yg kutahan sejak lama. Dan ketika matahari mulai beranjak naik dgan mendekati sudut hampir sembilan puluh derajat, hawa mulai panas. Sebelum itu, aku meminta pak kusir memberhentikan laju kudanya dan mampir di tempat wisata candi prambanan. Oh Tuhan. Aku ingat waktu itu. Ketika aku berkunjung bersama teman teman serta guru guruku. Aku membayangkan sederetan bus big bird parkir diparkiran. Membayangkan wajah wajah mereka dganku kala itu. Rindu. Sungguh.
Setelah membayar tiket masuk, aku kemudian berjalan menuju pusat candi. Seorang gadis sendirian, layaknya putri yg kehilangan awak kerajaannya.
Aku tengah menikmati pemandangan dari atas candi siwa, dan.. BRUG..
"aw"
"eh, maaf.."
"aduh, iya iya. Kakiku, pake sepatu lagi.. Aduh"
"kan lg pake bju dinas, hehe"
'what? Baju dinas?' dan, aku melihat siapa yg menabrak serta menginjak kakiku yg hanya beralas sandal.
'ha? Po.. Polisi'
"hehe, maaf pak"
"kenapa minta maaf? Saya yg seharusnya minta maaf lah."
"hehe, iya iya"
kemudian, beberapa orang berseragam yg sama datang mendekati kami.
"kenapa Ndra?"
"gagpopo, tadi aku nabrak mbak ini"
"walah? Cewek toh? Aku juga mau nabrak kalo ini mah"
'wek? Alamak. Ini polisi genit amat. Ish' gumamku dalam hati.
"oh, ya, sendiri?"
"ada bulekku, tapi dia nunggu disana. Tuh, dia disana lagi duduk"
"oh, hehe. Bukan orang sini ya? Lagi liburan?"
"kok? Tau? Engga kemarin abis ikut tes ptn disini pak"
"pak? Mau aja dipanggil pak Ndra? Neng, kita masih muda kali.."
"ho? Hehe. Oh ya, Hendra.."
"maaf, aku dina pak, eh mas.." (sembari mengangkat tangan, menyanggah tangan pak polisi yg ingin berjabat)
"oh, iyaa.. Dina?"
"kulo pak,"
"eh? Mas Hendra.."
"eh? Iya iya mas hendra.."
"aku dimas din.."
"oh iya mas dimas.. Eh, aku pamit ya, gag enak bulekku nunggu disana. Assalamualaykum pak polisi.."
"tinggalmu dimana?"
"piyungan bantul mas.."
aku menjawab pertanyaan mas hendra sembari melangkahkan kakiku menuruni anak tangga.
Mereka nampaknya adalah polisi Yg bru lulus tahun ini. Terlihat raut wajah sang pemuda di wajah mereka.
"din, din, "
"opo lek?"
"tadi ketemu polisi ckep ckep muda muda lg."
"iya lek? Dimana?" (aku pura pura tak tahu)
"tadi disana itu lho, gag ketemu emang?"
"liat d0ang, si"
"gag diajak kenalan si?"
"hah, mboten penak lek ah"
"yaudah ayok jaln lagi."
"yuk"
lalu aku pergi dgan bulekku dan melanjutkan perjalanan lagi. Pertemuan singkat yg menegangkan ya pak polisi? Hihi, 'mas hendra ya? Lucu juga'. Gumamku sembari tersenyum kecil sembunyi sembunyi.

Jogja I'm in Love


Sepoy sepoy angin menerpa wajahku dibalik kaca m0bil yg dikendarai ayahku. Aku berada dalam perjalanan menuju kota Yogyakarta kali ini. Aku terbekap oleh sesak di dadaku sendiri. Bintang dalam karlap malam menyapaku di setiap desah kerja m0bil yg bergerak. Rindu? 'tidak! Aku telah membuangnya! Tentu saja!' gumamku dalam dada yg kian sesak. Fajar Jogja mulai menyapa oleh trobosan angin yg sayup sayup masuk dicelah kaca m0bil yg dibuka oleh ayahku.Sejenak kami berhenti untuk menunaikan solat subuh. Setelah solat subuh rampung kami tunaikan, ayahku kembali melaju m0bilnya. Lalu, ketika fajar mulai membenamkan rupanya, sang mentari kemudian tersenyum hangat menyapaku. Mengartikan bahwa hari telah kembali pada awalnya."mbak? Mau sarapan apa""terserah..""yaudah, kita berhenti di perempatan dpan aja ya""kamu diem aja si?""emang? Gmana?""ya apa kek, ngbrol apa gmana gitu" oh ya,aku pergi tak hanya dgan ayah serta adik laki lakiku, tapi juga dgan teman ayah serta anak laki lakinya. Mas Faisal namanya. anak Ui. jurusan Teknik. Wiw."yah, terus? Aku harus gmana? Aku kan cewek sendiri disini""oh iya ya? Haha baru sadar aku""bru sadar? He? Mas ngangep apa aku dari semalem? Dedemit m0bil apa? Ish""ya engga va, om galak amat anaknya ya."seisi m0bil kemudian tertawa, menertawai tingkah polaku. "kangen sama cowoknya ya?? Belum pamitan emang?""cowok ? Gagpunya tau! Mas isal ni ah!""abisnya diem aja dari semalem, haha. Gagpunya? Beneran? Om, boleg daftar gag? Haha tak lamar om. Jadi pacarnya. Hehe""yo, kalo eva mau ya gapapa""heh, apa si mas isal ni ah. Ayah juga, apa si ya.""tuh va, uda dapet izin. Mau gag?""udah pernah kena t0nj0k belum mas? Mau rasain gag?""hoho, gag jadi ah om. Galak ceweknya. Haha"
Kemudian, canda tawa kami sejenak terhenti dipemberhentian. Kami turun sebentar mengisi perut yg mulai bergetar. Sarapan pagi. 
Setelah selesai sarapan, kami kembli bergegas menuju rumah nenekku.
Dan, tanpa lama lama, kamipun tiba dirumah nenekku didaerah Piyungan, Bantul, Yogyakarta.
"va.."
"ho? Opo Mas"
"njalok n0mere entuk ora?"
"lho? Gelo Mas isal saget ngm0ng jawi, hehe. N0merku? Buat apa mas?"
"buat smsan or tlp0nan lah, boleh gag?"
"boleh boleh, minta ayah tapi ya. Hehe"
"sip lah, pasti dikash kalo minta ayahmu. Hehe"
"idih.."
seketika cndaku dgan Mas isal trhenti ktika ku lhat seorang laki laki mendkat dan mulai menyapaku.
"eva ya?"
"iya, sinten nggeh?"
"kulo Adi, inget?"
"adi? Mas adi yg dulu suka maen sama aku po?"
"iya, hehe. "
"wah, apa kbar mas?"
"baik, kamu gmana? Mau kuliah dsni to?"
"iya hehe, mas adi kuliah? Apa.."
"kuliah, "
"dimana?"
"ugm"
"wiw, jurusan?"
"kdokteran hewan, hehe"
"widi, oh ya kenalin Mas isal"
"faisal, pacarnya eva"
" waddzing! Mas isal ni ah"
"bener toh va?"
" benerlah."
"hora! mas isal ki guy0nan kae, hehe"
"mbak eva, sini dulu.."
"dipangl ayah thu va."
"oh ya, hehe nanti lg ya mas adi"
"yauda, kalo ada apaapa blang mas adi ya."
"sip, pasti. Suw0n ngeh mas"
"eva !"
"mas isal ki gek ngopo je ah"
"kamu? Kamu suka ya sama dia?"
"kalo iya kenapa? Mas isal ki jan.."
"evaaaa, "
"apa?"
"mas, mas isal suka sama kamu!"
"apa si mas isal ah, aku kesana dulu yaa.."
kemudian aku beranjak pergi meninggalkannya sendiri didepan teras rumah pamanku yg berada tidak jauh dari kdiaman nenekku. Ia masih berada dalam posisi semula ketika ia berbicra padaku. Tak beranjak sedikitpun. Aku tak menganggap kebenaran om0ngannya padaku tadi. Tapi mengapa ia tampak serius? Entahlah.
Saat udara terik kota Jogja perlahan memudar, ayahku, Pak iyan dan Mas Isal kemudian pamit untk langsung pulang. Mereka akan mampir ke purworejo sebelumnya.
"ati ati ya mbak.."
"iya,"
"sukses yo ndhuk,"
"nggeh pak, suwon."
kemudian Ayah, Pak iyan dan adikku mulai masuk m0bil.
"vaa.. Pulang ya"
"sipp, ati ati ya Mas"
"iya, kalo aku tlp angkat ya"
"iya iya"
"mas tunggu kbar gembiranya ya"
"hehe, iya makasih ya mas.. Udah sana."
"daa, assalamualaykum"
"waalaykumsalam"
perlahan namun pasti m0bil itu menghlang dari pelupuk sdikit dmi sdikit. Apa yg sedang aku rasakan? Ya ! Bersiap menjemput cita citaku disini ! Siap tempur! Siap sukses!

bukan my loveku III


Aku mengerutkan kulit keningku mencoba memasukkan beberapa materi yang memang tidak sedikit. Maklum saja. Kelas tiga. Bulan terakhir pula. Rasanya tak ingin pergi meninggalkan tempatku saat ini. Tapi, semuanya punya masa depan yang indah yang memang harus digapai. Aku, sahabatku, dan seluruh teman-temanku dapat bertemu lagi setelah kami menggenggam erat bintang kami masing-masing. Indah bukan?
Kepalaku bergerak mengikuti deretan tulisan di buku yang aku baca. ‘Kumpulan Materi Biologi. Cepat Tepat Menghafal Biologi Dengan Mudah’. Aku masih saja berkutat dengan materi itu. Mau tidak mau, suka tidak suka, aku harus berhasil merebut hatinya ‘Bio’ sebelum terlambat. Huh.
“perlu bantuan tampaknya?”, terdengar suara laki-laki dari depan wajahku ketika aku merunduk menatap mantap buku itu.
“hey, kau tak pulang? Sedang apa?”, tanyaku yang masih kaget dengan keberadaannya yang mengagetkan.
“tadinya. Tapi ngeliat kamu begini, aku jadi ingin membantu”
“membantu? Memangnya aku kenapa? Jangan suka menebak deh! Aku gag suka!”
”kamu sedang menghafal ya? Iya mau aku ceritain sedikit gag?”
”cerita apa?”
”tentang hal yang sedang kamu baca itu lhoo”
”Bio? Emang kamu bisa? Coba ceritain..”
Perlahan, ia mulai bercerita. Semua ceritanya mencakup kumpulan materi yang tadi aku baca. Ia pandai berandai-andai rupanya. Laki-laki! Aku yang tadinya tidak tahu betul hal-hal yang ada dalam Bio, perlahan namun pasti mulai mengangguk-angguk tanda aku mulai paham.
“gimana? Seru kan?”
“wahhhhhh… hebat-hebat! Kamu kok gag bilang-bilang bisa materi ini?”
“untuk apa? Kamu aja gag bilang-bilang kamu jago berhitung!”
”tapikan kamu udah tau! Curang ah!“
”eh, ngambek lagi! Emang ada ulangan?“
”engga ada sih. Cuma biar aku paham betul ini susunan materinya. Terimaksih ya.. cerita-cerita lagi dongg“
”ayoo, kapan? Tapi kamu ajarin aku juga dong!“
”yaudah, kita bikin jadwal! Gimana?“
”boleh.. asik belajar bareng pacar..“
”eh? Siapa emang pcarmu? Aku bukan pacarmu tau!“
”ih? Iyaa ya? Calon pacar mungkin..“
”calon pacar?“
”eh? Bukan-bukan. Calon istri!“
”ihh? Apaan sih. Udah sana pulang.. istirahat yaa, jangan capek-capek”
”yeh? Malah bilangin orang! Harusnya aku yang bilangin kamu kayak gitu! Jangan diforsir ya tenaganya. Kalo udah kerasa capek, istirahat.”
”iyaa-iyaa, eh udah bel nih. Dadaaaa”
”iya, dada”
Ya Tuhan. Motivatorku baik sekali. Semoga kau masih tetap menjaga ini untukku. Begitupun aku yang menjaga ini untukku sendiri. Dan juga dia yang mampu menjaga dirinya dan diriku untuk Engkau.
Lagi-lagi aku tersenyum malu sendiri memasuki kelasku. Lucu sekali. Ah. Dia bukan pacarku! Ingat-ingat dia bukan ’my love’ku! Tanpa sadar aku menggumam sendiri layaknya orang tak waras. Aku sadar ketika guru biologiku mulai masuk.
”ayoo, siapa yang menjelaskan tentang materi ini?”
’hah? Materi itu? Baru saja aku diceritakan motivatorku tadi!’
Sontak, aku mengacungkan jariku dan berteriak dengan semangat yang menggebu, ”akuu bu! Akuuu!”
”woh? Hani mau maju? Boleh silahkan..”
Dengan senyum semuringah sisa lemparan senyum motivatorku tadi, aku menjelaskan mantap tentang salah satu materi dalam Biologi itu. Teman-temanku juga tampak serius dan antusias memperhatikanku. Dan, aku berhasil! Semua teman-teman kelasku menepukkan tangan mereka dengan bangganya. Wah. Aku berhasil berteman baik dengan Bio hari ini! Apalagi guru Biologiku. Akupun duduk di mejaku, ketika aku telah dipersilahkan duduk oleh guruku. Tentunya setelah aku berhasil menjawab dengan benar dan pasti pertanyaan teman-temanku. Bangga sekali aku.
’motivatorku J terimaksih yaaa.. tau gag tau gag? Aku tadi berhasil menjelaskan materi yang tadi kamu ceritain ke aku! Hihihi. Syukron yaa J aku senang sekali, hari ini aku berhasi berteman baik dengan Bio lewat ceritamu! Nanti, gantian aku yang bikin kamu di tepukkin sama teman-temanmu di kelas karena Math yaa J’
Aku langsung mengirim pesan singkat itu ke nomor motivatorku itu. Mengucap terimakasih. Kisah ini indah. mengandung simbiosis yang bagus lagi! Saling menguntungkan! Semoga Allah menuntun. Ingat ya! Ini bukan hubungan spesial! Hanya kisah semangat dua orang insan yang saling menyemangati! Yang satu sebagai malaikat semangat, yang satu lagi sebagai motivatornya! Indah ya? Tentu saja. Apalagi ketika kita menjaga idzah dan keistiqamahan kita. J

bukan my loveku II


Hari ini langit cerah. Walau jarum jam yang tadi aku lihat baru menunjuk angka 5.30, gunung-gunung yang semestinya masih tertutup awan kelabu sisa tadi malam jelas terlihat di pelupuk mataku. Subhanallah. Lagi-lagi aku menggumam kata-kata yang keluar begitu aku melihat indahnya penciptaanNya. Langit masih agak gelap memang. Warna biru gelap seperti waktu senja kemarin sore, ataupun sore-sore sebelumnya. Sorot lampu motorku juga begitu mantap mengarah kesudut depan agar benda di depanku terlihat dengan sempurna. Dinginnya angin pagi kali ini mampu menembus jaket hitam tebal yang aku kenakan. Merinding aku dibuatnya. Telapak tanganku juga menggenggam dingin dengan merekat pada stang motorku. Masih merangkul dinin yang jelas hampir melumpuhkan kerja tulang dalam badanku. Melemas lunglai dibuatnya. Tapi aku nikmati. Angin ini sejuk sebenarnya. Ketika aku dalam bahagia yang selalu menarik bibirku untuk tersenyum manis.
”assalamualaikum..”, aku mengucap salam di ujung pintu kelasku.
Lalu, teman-temanku yang masih dapat aku hitung jumlahnya menjawab salamku dan kemudian tersenyum.
”pagi Hanii..”, sapa salah satu temanku.
”pagi juga Rehann”, balasku dengan senyum.
Aku kemudian meletakkan tas dan barang-barang bawaanku di mejaku.
”pagi, malaikat tahajudku..”, salah satu teman wanitaku menyapa.
”pagi peri senyumku,,”, balasku lagi dengan senyum yang semakin melebar.
”aku mau makan, kau mau ikut?”, tanyanya dengan nada mengajak.
”sepertinya tidak, tadi aku sudah sarapan karuu.. kau saja sana!”, jawabku.
”okelah..”, ucapnya sembari melangkahkan kakinya menuju kantin.
Aku membuka binderku. Melihat beberapa catatan yang aku rangkum semalam. Yah. Semalam aku baru sempat merangkumnya, dan belum sempat membacanya dan mengunci rapat-rapat dalam kepalaku. Aku sedang asyik bergumam dengan diriku sendiri untuk  menghafal ketika handphoneku bergetar, ’assalamualaikum malaikat semangatku J pagi yang cerah yaa, sukses buat kamu hari ini! ’. Pesan singkat dari laki-laki yang sedang menghuni relungku saat ini. Yah. Dia motivatorku. Pemberi energi untukku setiap hari dengan kata-kata dan senyumannya yang menghangatkan. Aku hanya tersenyum melihat pesan singkat yang ia kirimkan kepadaku pagi ini, dan kemudian melanjutkan kegiatanku memahami si Bio.
”Hann..”, teriak temanku diujung pintu.
”kenapa beta?”, tanyaku menatapnya.
”dipanggil..”
”sama siapa?”
”your prince evaa”
“eh? Iyaa sebentar”
Aku lalu mengahampirinya. Bukankah ia baru saja mengirimkanku sebuah pesan singkat. Baru bebeapa menit lalu bukan? Dia memang selalu mengejutkanku dengan caranya.
“haloo..”, sapaku manja.
“hey, ceria sekali kamu?”, tanyanya padaku dengan sedikit senyumnya yang ia tabur.
”iya apa? Biasa saja rasanya. Kamu kali seneng ngeliat aku ya?”, ledekku padanya.
”eh? PD banget kamu! Lagi ngapain tadi?”
”tadi? Aku sedang memahami si Bio. Perlu kesabaran yang super untuk memahaminya ternyata.”
“oh? Iya kah? Sabar. Perlahan juga dia nyaman di kepalamu. Sabar dong. Rebut hatinya..”
“rebut hatinya?”
“iyaa, kamu kan lagi pdkt sama Bio, ayoo rebut hatinya sampai dia bener-bener jadi teman dekat kamu!”
“pdkt? Emangnya kamu ke aku! Hehehe”
“eh? Dibalikin lagi! Dasar..”
“eh, kamu gag masuk kelas?”
“sebentar lagi. Kamu ngusir aku? Gag suka ya aku ajak ngobrol?”
“ihhh, bukan gitu maksudnya! Suudzan mulu ah!”
”hehehe, bercanda kali.. Ajarin aku dong!”
”ajarin apa?”
”matematika. Kamu kan jago tuh! Ayoo dong..”
”Ayoo! Dengan senang hati akunya! Kapan kapan kapan?”
”eh eh? Semangat banget neng! Disekolah aja. Pulang sekolah. Kan pulangnya kamu aku anter!”
”ahah. Aku gag mau ah anter jemput. Aku mau sendiri aja“
“ihh, kok gitu? Kamu malu ya?”
”bukan malu. Tuh kan. Kamu mah suudzan mulu ah! Yaudah terserah aja”
”iya iya sayang. Aduh. Ambekan ah”
”eh? Kemu manggil aku apa tadi? Dih! Gag tau malu!”
”sayang. Emang kenapa? Gag ada yang denger kan? Kamu doang ini yang denger. Udah yaa, aku ke kelas dulu.. Yang pinter yaa..”, ia kemudian pergi. Sebelumnya ia menyempatkan mengunyam kepalaku dengan hangat. Dasar laki-laki!
”iyaa iyaa. Kamu juga ya!”
Lalu aku meyakinkan langkahku masuk kedalam kelas. Senyum-senyum sendiri. Yah. Beginilah aku setiap kali berjumpa dengan subhanallahku.
”ciyee Hanii senyum senyum mulu nih!”. ledek salah satu teman laki-lakiku di kelas.
”eh? Apa sih? Hehehe”, tegasku.
”kenapa emang si Hani?”, tanya temanku yang lain.
”biasa. Abis diajak ngobrol sama prince-nya. Hahaha, ya Han ya?”
”apaan si! Woooo!!”
”idih, si Hani.. ketawa-tawa mulu!”
”sirik aja sih ya..”
Mereka terus meledekku dengan puasnya. Biarkan saja. Lucu rasanya ketika aku seperti itu. Seperti anak kecil yang baru ertama kali rsanya merasakan jatuh cinta.
Aku kemudian mengikuti pembelajaran hari ini dengan penuh semangatnya. Motivatorku itu berhasil membuatku dapat energi lebih karena senyumnya tadi.
Kau motivatorku. Bukan cintaku. Aku sayang padamu sama seperti ciptaanNya yang lain. Namun kau kini menjadi fitrah itu. Aku tak ingin lebih. Biarkan saja Allah yang menuntun kita. Menuntun dalam jalan yang indah. Layaknya Fatimah dengan sang khalifah, Ali.

bukan my loveku


Tidurku malam ini tidak lama. Sebelumnya aku memperlambat jam tidurku dengan membiarkan mata tegak berdiri di depan layar komputer. Membuat beberapa cerita khayalanku sendiri. Menganggap seakan-akan aku adalah tokoh itu. Lagi-lagi menghibur diri. Aku tahu diluar masih sangat gelap. Dinginnya udara malam masih sedikit terasa dalam lapisan epidermis kulit. Menusuk hingga ke tulang. Jam jam seperti ini memang masih sunyi sepi yg berpadu dalam rangkulan mega hitam bertabur benda berkilau layaknya berlian.
Sejauh ini, aku hanya mendengar detakan jarum jam di kamarku menemani waktuku yg terjaga. Aku lekas membasuh wajahku dgan air wudhu. Berniat untuk bermunajat padaNya pagi ini. Memohon agar tiap jalanku di ridhaiNya. Agar Dia memberi kemudahanku untk menggapai segala asaku. Pasti Dia bantu.
‘assalamualaikum malaikat semangatku :) selamat bermunajat yaa :)’
Pesan singkat dari motivatorku baru saja aku terima. Memberiku energi baru dgan berawal di sujudku pagi ini. Dia. Ya. Laki-laki itu.
Ia adalah motivatorku. Motivator dalam keterpurukanku akan dunia dan motivator dalam jalan indah milik penciptaku. Allah swt.
‘terimakasih yaa motivatorku :) kamu juga ya! Sukses hari ini!’ . Aku memblas pesan singkatnya dan kemudian pergi duduk bersimpuh menghadap kiblat.
‘jaga aku. Dia bukan cintaku ya Allah. Bukan. Dia hanya penyemangat yg kau kirim bukan ya Allah? Ya. Dia fitrahku. Aku ingin layaknya cinta Fatimah dan Ali yg begitu indah dalam diam mereka berdua’
:)

Part IV


Dinginnya kota Jogja tak semudah itu menembus sweater hangat yg aku kenakan. Kadangkala hembusan itu mampu merangsang bulu kudukku beranjak naik. Malam ini aku duduk diteras ditemani secangkir wedang jahe yg membuat nuansa hangat di kerongkonganku.
“mi, sedang apa kau sendiri disini? Kau lupa kau telah menikah denganku?”, gumam suamiku sembari duduk disamping ayunan yg sama denganku dan merangkulku.
“Abi? Tidak. Hanya saja aku ingin menikmati hawa Jogja malam ini”, ucapku sembari melipat tangan diddaku.
‎”aku bahagia telah memilikimu. Apa kau juga? Kau ini cuek sekali denganku. Padahalnya kau yg pertama mengagumiku”, ucapnya. Ia semakin merekatkan rangkulannya dipingganku. Aku menggenggam tangan suamiku lalu mencoba melepaskannya,
“mengagum…imu? Kenapa kau berpendapat seperti itu? Aku tak pernah berkata itu padamu dulu! Kau ini! Terlalu narsis!”.
“kau selalu bersikap aneh padaku dulu disekolah! Berusaha menyembunyikannya didepanku! Tanpa kau tahu, aku tahu banyak tentangmu!”, ucapnya dan mencoba menarik tanganku.
“jangan bersikap seperti itu lagi! Kau sudah menjadi milikku sekarang. Kau tidak ingin bermanja-manja denganku?”, gumamnya.
“kau terlalu dingin dulu! Aku hanya wanita! Tak mungkin aku mengumbarnya padamu!… Kau sendiri, mengapa setelah lulus kau malah mulai mendekat? Berbeda sekali dengan didepan orang lain!”, kataku dgan nada yg agak kesal.
“aku ingin kau yg menjadi temanku sekarang! Aku tak mau kehilangan tempat dihatimu!”, ia mulai menceritakannya.
“bodoh memang. Hatiku tak bisa mengusikmu untuk pergi dari dalamnya. Begitu yakin! Kau ini!”, gumamku.
“jodoh”
“apa?”
“iya. Itu tandanya jodoh! Kita soulmate yg dikirim Allah bukan? Iya kan Ami?”
“ami? Kenapa kau panggl aku itu? Harusnya kau memangglku umi! Karna aku telah memangglmu Abi”
“memangnya tidak boleh seorang suami mempunyai pangglan khusus untuk wanita yg rela menunggu untkku dan sekarang resmi menjadi istriku”
“terserah kau saja!”, aku mulai mndekat.
“tadi ayah menanyai kabar kita berdua!”
“lalu? Jangan bilang ia menanyai kabarku dan bertanya kapan ia dapat menimang cucu”
“yah benar. Itu yg ditanyakan”
“sudah kuduga”
“memang kenapa? Wajar bukan?”
“kau ini. Aku masih ingin berdua denganmu membayar waktu kemarin. Kau fikir aku tak jenuh menunggumu selama itu?”, aku mendekat. Wajahku tepat didepannya. Ia menunduk. Menatapku dengan mata indah yg berbinar.
‘ya Allah kau memberi waktu indah untukku setelah aku menjaga ke-istiqomahanku’.
Ia melingkarkan tangannya dipunggungku.
Matanya tak sedikitpun berpindah dari mataku. Bayangannya masih tegak berdiri di bola hitam kedua mataku.
“kau tahu apa yg aku rasakan?”, ucapku.
“apa?”
“bahagia. Sangat bahagia”
“sudah kuduga!”
“apa? Apa maksudmu?”
“kau memang pasti bahagia denganku”
“pd sekali kau”, aku mulai sdkt merenggankan genggaman tangannya dibelakang tubuhku.
“jangan”, ia menarik lagi tubuhku yg tepat berada didepannya.
“jangan lepaskan genggaman ini. Aku ingin terus didekatmu” 
‎”kau fikir aku tak lelah sejak tadi berdiri dengan posisi seperti ini?”
“baiklah”, dia mulai mengangkat tubuhku dan dan membopongnya masuk kedalam rumah.
“hey, apa yg akan kau lakukan padaku?”, aku mencoba turun dari gendongannya.
“jangan melawan! Menurutlah! Aku hanya ingin bermesraan dganmu malam ini”
“baiklah suamiku tersayang. Aku sudah tak bisa menolaknya.” Ia membawaku masuk. 
Ia memutar-mutar tubuhku hingga aku seperti ingin muntah. Canda tawa kami malam ini mulai mengisi setiap ruangan dalam rumah. Waktu kami menunggu satu sama lain terbayar sudah. Cinta dan kasih sayang yg tumbuh karena menyertakan Allah didalamnya. Dan sedikit menyiraminya dengan alunan do’a yg terucap setiap angin-angin rindu itu datang menerpa wajah kami berdua. Dibentengi dengan keistiqomahan untuk saling menjaga hati dan menunggu. 
Keyakinan akan waktu Allah yg lebih indah dibanding kenikmatan sesaat dunia. Dan kini bahagia kami sudah kami dapat. Tidak hanya bahagia dunia tapi juga kenikmatan surga yg menjanjikan. Insyaallah..
Tunggu aku **** :)
-The End-

Part III


Hawa dingin kota Jogja pagi ini benar benar merasuk dalam tiap pori tulang dalam ragaku. Sangat dingin. Hari ini aku ada mata kuliah pagi di kampus. Bukan lagi sebagai mahasiswi yg menempuh pendidikan. Melainkan Dosen. Aku berhasil menjadi dosen di kampus negeri yg ada di kota Jogja. Kampusku terdahulu. Memang gelarku sekarang belum mencapai targetku. Namun, semuanya pantas aku syukuri. Magister of Sains. Itu gelarku,
dengan berpegang pada gelar itu aku telah mampu berdiri didepan para mahasiswa/i untuk membina mereka. Dosen matematika telah ku raih. Aku bangga.
“udah mau berangkat toh mba?”, tanya bibiku yg nampak bingung melihatku terburu-buru.
“iya lek …ada mata kuliah yg harus aku ajar”, jawabku.
“neng, sampun dereng dahare?”, tanya om ku.
“dereng om. Bentar lagi. Om panasin motornya dong aku mau cepet nyampe nih””yowes makan dulu sana. Tadi bapakmu nelpon. Udah ngomong? Kangen tuh”
‎”halah, wong kemaren bar bali kok yo wes kangen kangenan wae toh. Yowes mengko tak telpon balik om”
Perckapanku pagi itu dgan pamanku tak berlangsung lama. Aku bergegas menghabiskan sarapanku.
“om aku berangkat ya, mbah aku berangkat ya, as…s.. Aduh ”
“walah bocah. Ora ndelok opo si mbok nengkene, cium dulu toh”
“ah si mbah manja amat si ah. Yaudah sini “, aku bergegas menghampiri nenekku lalu memeluknya dan menciumnya. “assalamualaikum..”, ucapku sembari membawa lari motor maticku. 
Jam di tanganku masih menunjukan pukul 8. Padahal mata kuliah dimulai pukul 9. Jarak rumah dgan kampuspun tak bgtu jauh. Ada apa denganku hari ini? Entahlah.
Aku menikmati perjalanan pagiku menuju kampus. Hilir mudik becak tak sdktpun bera…njak dari pelupuk mataku yg terus fokus kedepan. Merapi tampak biru ditengah alun alun jogja. Angin perlahan masuk sayup sayup didalam helm yg aku kenakan. Nuansa yg beda. Aku seperti ingin mendapatkan hal yg luar biasa. Benarkah? Apa itu? Akupun tak tahu. 
Aku nampak bebas sekarang. Tidak ada lagi beban menempel dipinggir otakku. Bebas. Sangat bebas.
***
Jam mengajarku tak larut sampai temaram Jogja menjemputku diufuk barat. Jam makan siang datang mengajakku untuk keluar ruangan mencari penggan…jal perut. “sepeda!”, teriakku sendiri. Aku lekas mengeluarkan sepeda di depan halaman gedung rektor kampus.Nampaknya aku mau jalan-jalan. Sekalian saja menuju masjid kampus didepan sana untuk menunaikan tugasku melaksanakan solat dzuhur. 
Fakultas filsafat, fakultas kehutanan, fakultas teknik pertanian, dan fakultasku terdahulu MIPA. Fakultas itu yg berada didepan pandanganku saat mengayuh sepeda melepas jenuh sejenak.
Sampailah aku dimasjid kampus yg megah. Lantas, aku …segera membasuh anggota tubuhku dengan air yg dibarengi dengan doa wudhu. Selepas itu, aku memasuki ruangan masjid yg subhnallah megahnya. Didepan tampak ada seorang laki-laki sedang menunaikan solat. Aku tak mengenalinya dari belakang. “mungkin mahasiswa..”, gumamku. 
Solat dzuhur telah rampung aku kerjakan. Tangga masjid yg rindang lantaran dinaungi pepohonan didepan masjid menggodaku untuk singgah sejenak sekedar bernaung dibawahnya. Akupunduduk ditangga yg sejuk itu. Udara panas luar tak mampu menemb…usmasuk celah pepohonan yg seakan melindungiku. Damai. Itu yg aku rasakan.
“hey kau! Menunggukukah?”, terdengar suara dibelakang tubuhku yg sedang meletakkan diri untuk singgah. Aku lekas membalikkan tubuhku.
“kau? Kapan kau kemari?”, ucapku heran. 
“ya aku. Kenapa memang? Aku baru sampai. Ternyata kau sudah berhasil rupanya. Selamat ya!”
“terimakasih. baru sampai? Kau? Kau tidak bekerja kah? ”
“sudah kuselesaikan. Lagipula ada anak buahku yg sudah kuberikan beberapa pekerjaan yg sdkit …lagi rampung. Kau sudah siap?”
“siap apa? Kau ini! Selalu saja tiba* datang. Seperti hantu!”
“bukankah aku memang hantu dalam hatimu? Yg buat kau terus galau bukan dulu?”
“apa? Kau dulu aneh! Dingin! Oh ya, jawab pertanyaanku sebelumnya! Siap apa?”
“siap kulamar!”
“apa?”
‎”sudah tidak ada alasan bukan? Nanti malam aku berkunjung kerumah nenekmu”
“kau mau melamar nenekku? Orang tuaku sedang tidak disini.”
“aku melamarmu di Bogor. Aku ingin menikah di Jogja”
“jangan nanti malam bodoh! Aku akan pulang dulu kesana…!”
“berangkat bersama ku saja”
“oh tidak. Aku akan berangkat sendiri kesana”
“yasudah”
“temui aku disana saja”
“menunggu lagi?”
“kau ini!”
“terimakasih telah menungguku selama 8 tahun ini” 
‎”itu karna hatiku yg enggan melepasmu! Jangan k-pd-an! Eh aku mau ke ruanganku dulu. Mau pulang dulu. Temui aku di Bogor! Daa”
“dandanlah yg cantik! Agar tidak mempermalukanku didepan Ayah!”, ia berteriak kepadaku yg telah mengayuh sepeda b…eberapa meter.
“akhirnya. Dia wanita yg baik ya Allah. Jaga dia selalu untuk selalu membinaku dijalan-Mu”, ucapnya dalam hati. Entahlah, serasa ada yg membisikkan sesuatu ditelingaku yg membuat hatiku bergetar dan jantung berdegub cepat, 
hingga aku menoleh ke laki-laki yg tadi mengajakku bicara, laki-laki yg aku tunggu sangat lama dan akan melamarku. Dia tersenyum. Itu cukup membuatku tersenyum sendiri sepanjang jalan menuju gedung rektor. “jaga dia ya Allah. Agar dapat terus membinaku dalam jalan-Mu”, gumamku dalam hati. Udara panas siang itu tak lagi terasa. Seakan ada yg menaungiku diatas kepalaku dan menyiramnya dgan tetesan air kecil. Seperti hujan kecil. Itu dari senyumnya yg diberikannya tadi pada wajahku. :)

PANDEMIC. Kapan selesainyaaa ?

 Hai. Salam Sehaaat. Sekarang 19 Agustus 2021. Sudah lewat 1 tahun lebih covid menyerang negara kita yang tenang nan bahagia. HAHA. Sadar ga...