Sunday, February 11, 2018

Warm Winter





--------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Titik-titik putih yang indah mulai berjatuhan. Warna kuning perlahan beralih menjadi warna monokrom diberbagai sudut pandang. Tahukan artinya? Suasana hatipun perlahan berubah. Dingin. Semoga nafasku tak sedingin itu. Perih.


Ah! Tahun ajaran baru mulai memasuki jalan hidup yang harus aku lalui. Aku memilih jalan hidup ini jadi aku tahu persis setidaknya alur serta resiko yang akan tampak selama aku melangkah kedepannya nanti.
“Kak, udah disiapin semuanya?”, tanya ibuku yang mengintip kedalam pintu kamar yang sedikit terbuka.
“kayaknya udah ini (sambil melihat sekeliling kamar dan barang yang disiapkan)”
“mau bawa makanan apalagi?”
“kayaknya segini cukup bu, nanti disana kan asrama jadi keluarga bisa ngirim paket. Takutnya dibandara gak boleh dibawa juga”
Hari ini H-7 keberangkatanku menuju Republik Korea Selatan. Aku terdaftar sebagai penerima beasiswa di salah satu perguruan tinggi di Seoul, Korea Selatan. Ya aku mengambil jurusan sains. Penelitian akhirku tentang akustika instrument musik membawaku mendapat tawaran beasiswa tersebut dan aku memilih Korea Selatan sebagai tempat menimba ilmu. Tidak mungin Korea Utara kan? Apa yang aku mau analisa? Akustika instrumen nuklir? Alat perang? Yang ada aku menghantarkan diriku sebagai alat percobaan mereka.
Aku tidak sendiri. Ada sekitar 10 orang ditahun ini yang berangkat menimba ilmu sebagai mahasiswa di Korea. Semua menyebar mengambil jurusannya masing-masing. Sementara yang ambil fokus sains dan teknologi ada 3 orang. Aku di bidang fisika, Nanda dibidang geologi, dan fathur di bidang Kimia terapan. Sisanya di bidang bahasa, musik, dan ilmu sosial.
Ah, namaku Hana. Aku anak kedua dari dua bersaudara. Kakakku Hafiz sekarang sudah bekerja sebegai tenaga pendidik di salah satu pergruan tinggi di Yogyakarta. Aku dan Kakakku terpaut umur 5 tahun.


D-Day.
Ttutt ttutt ttuut (Dering suara HP)
Kak Hafiz
“Han?”
“Iya Kak?”
“Maaf ya kakak gak bisa ikut nganter, ada kerjaan yang gak bisa ditinggal. Udah disiapin semua? Jangan sampai ada yang ketinggalan. Obat. Referensi dokter.”
“Gakpapa kak. Ini aku mau siap siap berangkat dianter Ayah sama Ibu. Iya udah semua kan udah aku list juga”
“Yaudah ati-ati. Jangan lupa angkat telepon”

Cerewet ya? Iya kak Hafiz memang begitu. Tapi aku suka. Dia cerewet sekali tentang rencana studiku. Cinta? Tak pernah aku mau membagi dengan dirinya. Kenapa? Dia seorang yang berlogika tinggi. Akan membuang semua yang tidak masuk diakal untuk keberlangsungan hidupnya. Tapi dia hangat padaku. Karena itu aku sangat mencintainya.

D+30

Sinar matahari membias masuk kedalam kamar. Suhu hari itu sangat dingin. Cukup membuat kondisi luar jendela mengembun. Aku ingin jalan-jalan! Tapia apalah daya aku belum punya banyak teman yang tahu kondisi serta tempat bagus disini. Sudah 30 hari sejak aku sampai di Negara idol ini. Urusan administrasi sampai dengan rencana studi sudah selesai di urus. Aku masih harus menunggu sampai dua bulan kemudian untuk memberikan rencana penelitianku dengan pembimbingku. Iya harus aku menunggu waktu selama itu dikarenakan pembimbingku punya jadwal penelitian mendadak yang mengharuskannya terbang ke Jerman untuk proyeknya. Tentu saja aku tidak kemudian menyerah. Aku sudah mengirimkan proposal serta metode ilmiahku ke beliau dan beiau menyetujuinya namun untuk memulai aku harus menunggunya sampai korea terlebih dahulu. Sembari menunggu aku sudah mengambil beberapa objek yang akan aku uji.

View latar—
Jika ini adalah cuplikan drama atau film dokumenter maka kamera akan menangkap poster serta kumpulan album favoritku. Tentu saja aku tidak mau menyia-nyiakan kesempatan memilih Negara tujuan studi dengan satu keuntungan bukan? Iya aku adalah perempuan berusia 23 tahun yang mengalami musik idol korea generasi pertama. Aku semakin menggilai oppa-oppa. Untungnya aku tidak tumbuh menjadi perempuan yang kemudian mengubah tujuan. Musik mereka menemani aku belajar. Menemani kegalauanku jaman remaja. Memotivasiku untuk tumbuh dengan kerja keras seperti yang mereka lakukan.

Selama ini aku tidak memiliki kesempatan untuk menonton konser mereka. Membeli almbumpun aku harus menabung ekstra keras sehingga terbeli setelah berbulan-bulan album itu rilis. Kak Hafiz? Ah dia tidak akan mau memberiku album-album itu apalagi tiket konser. Meskipun penghasilan sebagai tenaga pendidik terhitung sangat cukup. Aku dididik dan dipaksa kerja keras untuk memperoleh hasil yang aku inginkan. Selama ada internet, aku masih menikmati karya-karya mereka. Tidak apa-apa. Itu menjadi motivasi kembali bukan?

Selama di Korea aku mengungkapkan jati diriku kembali sebagai fans idol. Poster di beberapa sudut. Aku tidak membawanya dari Indonesia. Aku mendapatkannya dari beberapa teman yang sudah aku kenal dari grup sosial media. Dia pandai berbahasa inggris, sehingga aku sangat terbantu dengannya. Kim Younsu namanya.  Aku mengabarinya tentu saja begitu pengumuman penerimaan beasiswa keluar. Dia bahkan menjemputku ke bandara dan kami menikmati segelas Americano di kafe dekat asramaku. Aku pikir aku akan suka Americano. Americano sungguh bukan seleraku. Dua hari kemudian aku bertemu kembali dan aku mencoba caffe latte dan aku jatuh cinta. Oh aku tipe perempuan yang manis sehingga menyukai kopi seperti caffe latte ungkap younsu padaku. Sampai saat ini aku menggilai caffe latte.

Musim Semi 2021~~

Mataku terbuka perlahan-lahan. Udara pagi ini terasa lebih hangat. Aku beranjak bangun kemudian bergegas mengganti piyamaku manjadi baju serta celana berbahan spandek. Karena masih sedikit dingin tidak lupa aku gelayutkan syal keleherku yang sudah rapat tertutup sweater berleher kura-kura.
Syalnya terasa hangat. Syal berwarna abu-abu itu masih harum. Harum yang satu-satunya aku kenali. Harum yang menjadi wewangian satu-satunya indikator kepekaan segala indra pada tubuhku. Bayangkan saja jika harum ini sudah tercium, mata, telinga dan indra diseluruh tubuhku bekerja sama dengan sangat baik. Ah musim dingin satu tahun lalu…


“Oh tidak matahari bentar lagi terbit”, ucapku sendiri sambil mengintip cahaya surya yang berwarna pink mulai terlihat di ufuk timur.

Dengan santai aku turun dari apartemenku kemudian mulai berjalan dan berlari-lari perlahan. Tentu saja aku butuh olahraga bukan? Menjadi asisten professor di korea itu berat. Aku butuh banyak darah untuk mengalir di otakku agar pikiranku selalu jernih. Kalaupun hatiku sedang buruk, tidak apa-apa selama pikiranku masih bekerja dengan benar.

Jarum jam menunjuk angka 6 dengan jarum pendek dan jarum panjang diangka 3. Aku sangat suka waktu sebelum matahari terbit. Dibandingkan senja di penghujung hari, aku lebih suka waktu fajar sebelum matahari terbit. Aku punya waktu unuk meluapkan, berterimakasih kepada semesta dan segala isinya, menangis di awal hari. Ya di waktu itu aku tidak akan bertemu dengan seseorangpun. Sehingga aku akan menjadi diriku yang sebenarnya. Menangis sepuasnya. Menarik nafas sedalam-dalamnya. Bukan untuk healing. Aku bahkan tidak mau disembuhkan. Rasa sakit ini membawa kenangan. Kenangan dinginnya salju. Kenangan ada sosok hangat di musim dingin itu. Aku tidak mau menghapusnya. Aku bersamanya. Membawanya.



Musim Gugur 2021~~

“Hanaaa”, suara lembut namun lantang memanggilku di pertigaan jalan.
“Ah yonsu, mau kemana?”
“Aku ada final broadcast hari ini. Jadi aku harus menyerahkan naskahku ke PDnim. Dasar orang tua itu”
“Aaaah, PDnim yang beruban itu? Kenapa dia bisa beruban begitu parah padahal umurnya baru diangka 40”
“Itu karma karena dia selalu mencekik bawahannya”
“Meskipun begitu karena dia kamu jadi penulis utama di acara ini bukan? Dia bahkan membuat acara ini dengan mengajakmu langsung”
“Ah tetap saja. Dia itu psikopat. Kemarin saja dia membanting mikrofon siaran. Aku tahu itu salah DJ sok terkenal itu”
“Aaah dia masih siaran? Bukannya sudah hampir habis masa kontraknya? Tidak mau cari DJ lain?”
“Sudah. PDnim cerita dia didatangi seseorang.”
“Siapa?”
“Entahlah. Katanya orang ini ingin diajak bekerjasama. PDnim belum cerita, namun sepertinya PDnim sangat suka orang ini”
Heol. PDnim menyukai seseorang untuk bekerjasama? Biasanya dia akan mencari cari yang lebih baik diatas yang lebih baik”
“Sudahlah. Kamu mau berangkat? Ayo berangkat bersama.”
“Ayooo”


Aku dan younsu menunggu di halte bus dipertigaan jalan 500 meter dari apartemenku dan 300 meter dari apartemen younsu. Sehingga kami sering bertemu dan berangkat bersama. Aku menyukainya. Karena younsu akan memulai percakapan didalam bus dengan “Kau masih sangat merindukannya bukan?”


Aku suka pertanyaan itu. Karena tidak ada yang tahu aku merindukan siapa selain younsu. Selain orangtuaku yang sudah pergi bersama di tahun lalu di musim dingin. Ah kenapa mereka selalu membuat musim dinginku menjadi sangat beku dengan pergi tanpa diriku.
“Hana, ayo nanti bertemu di kafe biasa. Sudah lama tidak melihatmu minum kopi kesukaanmu. Berhenti minum kopi hitam!”
“Ah, nanti aku kabari ya. Aku tidak bisa janji ada proyek pembimbingku yang harus aku kerjakan”
Ya!, yang proyek itu pembimbingmu yang jadi professor kan dia. Kenapa kamu terus yang melakukan pekerjaannya”
“Ini adalah tes ujianku kau tahu?! Aku harus melakukannya agr segera mendapatkan acc dan menerima sertifikat setelah disertasiku selesai.”
“Pikiranmu selalu positif kenapa hatimu itu masih saja berhenti”
“Sudahlah, nanti akan aku kabari”

Younsu adalah rekanku satu-satunya saat ini. Temanku yang dulu berangkat bersama dari Indonesia sudah selesai dan melanjutkan pekerjaan mereka di Eropa. Kalau aku pikir-pikir kenapa aku tidak ikut mereka saja dua tahun lalu? Saat itu aku menelan mentah-mentah janji di suara manisnya. Bodoh dan kini aku terjebak!


-----------------------------------------------------------------------------------------------

Tik Tok Tik Tok Tik Tok

Apa kau tahu bukan hanya kamu yang tersiksa. Aku membawa rindu yang semakin bertambah masanya dari hari kehari. Kenapa aku sibuk menenangkan oranglain sementara aku punya satu hati yang tidak pernah bisa aku tenangkan. Aku melihatmu. Aku tahu kau dimana. Aku mengikutimu, tapi tidak dengan hatimu. Aku dan hatimu itu jauh. Bisakah aku minta maaf? Atau aku harus membuat pengakuan padamu? Pengakuan jika aku benar-benar mencintaimu, Tunggulah sebentar lagi. Aku akan benar-benar memenuhi ruang kosong jemarimu kembali.

----


  




Saturday, February 10, 2018

Time was stop. - aku tidak tahu cara menghangatkannya kembali


Hujan kembali datang. Hari ini dingin. Sejak beberapa bulan yang lalu bahkan dingin. Aku tidak pernah mengalami musim dingin atau melihat benda putih bersuhu dingin selama masa hidup dengan mataku sendiri secara langsung. Aku selalu suka salju. Kenapa? Kenapa bisa? Lewat drama, lewat Music Video. Iya aku benar-benar menyukainya. Sampai tanpa sadar aku berucap “Bahagianya merasakan dingin dan menikmatinya seperti itu”.


Tidak lagi setelah Desember tahun lalu. Di negaraku masih berada pada musim panas bersiap beralih ke musim hujan. Iya aku hanya merasakan dua musim. Penghujung tahun lalu aku merasakan dingin yang luar biasa. Lebih dari dingin yang bisa dinikmati. Dingin yang saat ini aku rasakan perih. Beku. Hati, Tubuh, bahkan pikiranku. Sejak saat itu aku takut pada bulan Desember. Akhir tahun yang benar-benar menutupnya. Menutup dirinya dari pandangan penggemarnya. Bahkan orang-orang yang hanya menikmati music serta karyanya. Sejak saat itu berbondong-bondong orang mencari tahu tentang dirinya. Aku tidak. Aku menikmati lagi karyanya dimasa lalu. Membuka kembali folder lamaku.
Rasa sakitku benar-benar berbeda. Aku setuju dengan salah satu pernyataannya di acara radio bahwa luka fisik dan psikologis sepenuhnya berbeda. Kalian tidak bisa mengucapkan bahwa semua orang merasakan hal yang sama. Iya semuanya berbeda.

Aku fobia. Fobia bertemu Desember kembali ditahun ini. Seperti aku akan men-skipnya nanti. Terlalu berat. Beberapa bulan ini aku sudah mengalami waktu yang berat. Oh tidak. Aku sedang ditempa ujian. Aku sedang mengalami musibah. Iya aku mensugesti pikiranku seperti itu. Mencari aktu mengajak teman berbicara atau kembali menjadi sosok sok tegar dan tanpa masalah didepan mereka. Tapi itu mengobatiku. Yang parah adalah saat aku tidak punya lagi rekan yang bisa aku ajak ngobrol. Hanya segelintir orang yang bisa aku ajak berbincang via social media. Aku menjadi pecandu kopi. Bahakan tidak tidur selama tiga haripun sering sepertinya. Hanya kopi. Seperti menjagaku dan membuatku tetap berfikir “aku asih hidup”. Aku menghibur dengan karyanya, kelucuannya. Itu cukup? Iya lebih dari cukup. Aku bukan orang beruntung yang bisa membeli karyanya setiap comeback. Bukan pula yang mendeskripsikan aku bagian dari fandomnya. Karena terlalu malu. Sekarangpun akhirnya malu karena aku punya mata bengkak setiap keluar kamar.

Penenangku? Karyanya. Aku harus mengakui karya terakhirnya adalah pembuat tangis paing deras. Bukan aku tidak bahagia, Aku bahagia dia mempersiapkan album seistimewa itu. Aku tetap melakukan streaming ntuk mendukungnya. Berbedanya aku selalu melakukan streaming baik di MV, comeback stage, live performance. Kali ini hanya berhenti di MVnya. Bahkan di MV terakhir aku tidak bisa lagi mendengar lagu yang sama di MV dalam bentuk Mp3. Atau jika ada di social media terdapat video yang backsoundnya adalah lagu tersebut, buru-buru aku matikan audionya.

Yang lebih menyakitkan adalah karena aku terbiasa mengagumi secara diam-diam makan kali ini aku juga harus memendam kesedihanku secara diam-diam bukan? Mana bisa aku bercerita aku sedih kehilangannya dan mereka tahu aksesoris saja aku tidak punya. Sekejam itu manusia melakukan penilaian. Lebih baik menghindar bukan? Aku lebih baik ditusuk pisau tajam atau belati dibandingkan dengan hujatan.

Aku tidak berani lagi berjalan. Melihat waktu maju. Waktu adalah penyembuh bukan? Tapi sekaligus album kenangan-kenangan di masa lalu. Aku mau memilih mengingatnya. Aku merasakan kehadirannya. Saat aku menangis dibawah dekapan bantal (iya aku menangis tanpa suara) kemudian tanpa sadar aku terlelap tidur. Aku bangun membuka pintu kamar dan melihatnya lewat. Oh! Dia berhenti. Menatapku. Membuka lengannya dan mencoba menarikku dengan dadanya yang luas dan tampak hangat. Aku tak mau menyia-nyiakan momen itu bukan? Iya aku langsung masuk kedalam dekapan. Sungguh hangat. Badanku hangat. Hatiku terlebih. Dia tampak terburu-buru. Aku tak mau kehilangan momen itu kembali. Aku tagakkan kepalaku mencari telinganya yang memerah. “Kau sungguh bekerja dengan keras. Kau sungguh melakukannya dengan baik. Terimakasih banyak”. Dia menjawab. Oh dia menjawabku “Terimakasih banyak. Kamu juga sudah bekerja keras. Jangan sakit. Berbahagialah”. Tiba-tiba saja redup. Cahayaku menghilang. Pergi.

Langsung kuambil Handphoneku. Aku buka proilnya dan menekan tombol “kirim pesan”. Aku mulai mengetik. “Terimakasih sudah hadir dalam mimpiku”.

Beberapa hari kemudian aku melakukan penyembuhan. Tiba-tiba saja aku rindu. Aku mulai mengirim pesan kembali. “Datanglah lagi. Aku merindukanmu”.

Aku belum punya kesibukan. Mungkin itu yang membuatku lebih terpuruk? Tak jarang aku bersama amarahku. Tak jarang aku bersama air mataku. Tak jarang pula aku dengan diamku. Tidak ada teman bicara, Ada takut untuk memulai. Ada pula takut untuk mendengar espon. Duniaku saat ini sedingin ini.



Friday, February 9, 2018

Respect to another pain.

Kalian pernah merasakan rasanya tertekan?
Pasti. Tentu saja. Bahkan bayi pun pernah merasakan bagaimana rasanya tertekan.
Dia berusaha menggerakan tubuhnya, belajar mandiri demi dicium atau bahkan bisa diajak bercanda oleh orang orang disekitarnya. Usahanya itu bisa membuat gemas orang-orang yang ada disekitarnya.
Jika bayi bisa merasakan tertekan, apalagi manusia diumur-umur produktif yang sudah bertahun-tahun melewati masa menjadi seorang bayi.

Iya. Semakin bertambah umur tekanan itu muncul sebenarnya setiap hari.
Pernah merasakan karena tekanan tekanan itu kemudian kalian menutup diri. Bukan keinginan. Mungkin lebih untuk menghindar. Iya. Manusia dianugrahi rasa ingin tahu yang sangat besar. Tak jarang kemudian ikut campur pada urusan orang lain. Mungkin bertanya dianggapnya tidak masalah. Namun jika orang lain yang dicerca pertanyaan itu sedang dalam kondisi mental yang buruk, bayangkan saja bagaimana kemudian dia menambah bebannya dengan menjawab pertanyaanmu secara ramah menutupi kembali luka hatinya. Sampai akhirnya dia lelah melukai hatinya terlalu sering. Iya. Sesak. Oksigen banyak namun sesak. Iya oksigen tidak lagi bisa dihirup. Rasa humanity yang menghilang yang membuat sesak.

Mungkin dia bukan tidak bersifat sosial. Namun membatasi. Kebiasaan ini mungkin kemudian menghasilkan akibat pada mental sang manusia itu sendiri. Atau mungkin pola pikirnya saja yang kurang maju?

Membahas ini aku ingat kutipan JongHyun di acara Blue Night Show. "Mungkin beberapa kalian akan berkata semua orang merasakan hal yang sama denganmu. Atau bukan hanya kamu yang seperti itu. Itu sebenarnya membunuh langsung pikiran orang itu." Orang-orang seperti ini sudah mengalami masa sulit atu mencoba mengungkapkannya. Mereka sudah mengalami waktu yang sulit waktu mencoba membuka semuanya. Iya. Karena tahu jawabannya seperti itu beberapa kemudian menyimpannya kembali sendiri.


Lalu bagaimana? Teman mengobrol. Orang terdekat yang akan membuatnya kemudian secara tidak sadar menyampaikan apa yang dia rasa dengan perumpamaan yang lain. Meskipun beberapa teman terdekat bahkan tak memahami kondisi sebenarnya. Menghabiskan waktu akan sangat menyenangkan bagi orang-orang ini. Kadang mereka tidak butuh solusi. Mereka butuh dipahami dan didengarkan serta ditemani. Sendirian itu virus pembunuh. Meskipun beberapa waktu atau sesekali kita butuh waktu sendiri kan? Iya waktu dengan Tuhan.

Merasa sendiri secara berkala malah akan membuat semakin jauh dengan Tuhan. Setidaknya jadilah manusia yang memanusiakan manusia. Your respect is very important to another person.

Jadilah pemberi bukan hanya menerima. Hukum timbal balik masih berlaku kok selama dunia belum berakhir. Pribahasa apayang kamu tabur itu pula yang kamu tuai itu masih berlaku. Positif.

Pahami sekitarmu. Bersifat egois tidak salah. Itu sudah fitrahnya. Namun, egois itu dibawah respect jauh. Jadi kelola sifat itu dengan sebaik-baiknya,

Aku bukan menasihati. Karena akupun saat ini sedang merasakan semua yang diatas itu. Tidak ada yang memahami itu rasanya benar-benar seperti tercekik sendiri. Namun diminta memahami lebih disaat seperti itu jauh lebih membuat skarat.

PANDEMIC. Kapan selesainyaaa ?

 Hai. Salam Sehaaat. Sekarang 19 Agustus 2021. Sudah lewat 1 tahun lebih covid menyerang negara kita yang tenang nan bahagia. HAHA. Sadar ga...