--------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Titik-titik
putih yang indah mulai berjatuhan. Warna kuning perlahan beralih menjadi warna
monokrom diberbagai sudut pandang. Tahukan artinya? Suasana hatipun perlahan
berubah. Dingin. Semoga nafasku tak sedingin itu. Perih.
Ah!
Tahun ajaran baru mulai memasuki jalan hidup yang harus aku lalui. Aku memilih
jalan hidup ini jadi aku tahu persis setidaknya alur serta resiko yang akan
tampak selama aku melangkah kedepannya nanti.
“Kak,
udah disiapin semuanya?”, tanya ibuku yang mengintip kedalam pintu kamar yang
sedikit terbuka.
“kayaknya
udah ini (sambil melihat sekeliling kamar dan barang yang disiapkan)”
“mau
bawa makanan apalagi?”
“kayaknya
segini cukup bu, nanti disana kan asrama jadi keluarga bisa ngirim paket.
Takutnya dibandara gak boleh dibawa juga”
Hari
ini H-7 keberangkatanku menuju Republik Korea Selatan. Aku terdaftar sebagai
penerima beasiswa di salah satu perguruan tinggi di Seoul, Korea Selatan. Ya
aku mengambil jurusan sains. Penelitian akhirku tentang akustika instrument
musik membawaku mendapat tawaran beasiswa tersebut dan aku memilih Korea
Selatan sebagai tempat menimba ilmu. Tidak mungin Korea Utara kan? Apa yang aku
mau analisa? Akustika instrumen nuklir? Alat perang? Yang ada aku menghantarkan
diriku sebagai alat percobaan mereka.
Aku
tidak sendiri. Ada sekitar 10 orang ditahun ini yang berangkat menimba ilmu
sebagai mahasiswa di Korea. Semua menyebar mengambil jurusannya masing-masing.
Sementara yang ambil fokus sains dan teknologi ada 3 orang. Aku di bidang
fisika, Nanda dibidang geologi, dan fathur di bidang Kimia terapan. Sisanya di
bidang bahasa, musik, dan ilmu sosial.
Ah,
namaku Hana. Aku anak kedua dari dua bersaudara. Kakakku Hafiz sekarang sudah
bekerja sebegai tenaga pendidik di salah satu pergruan tinggi di Yogyakarta.
Aku dan Kakakku terpaut umur 5 tahun.
D-Day.
Ttutt
ttutt ttuut (Dering suara HP)
Kak
Hafiz
“Han?”
“Iya
Kak?”
“Maaf
ya kakak gak bisa ikut nganter, ada kerjaan yang gak bisa ditinggal. Udah
disiapin semua? Jangan sampai ada yang ketinggalan. Obat. Referensi dokter.”
“Gakpapa
kak. Ini aku mau siap siap berangkat dianter Ayah sama Ibu. Iya udah semua kan
udah aku list juga”
“Yaudah
ati-ati. Jangan lupa angkat telepon”
Cerewet
ya? Iya kak Hafiz memang begitu. Tapi aku suka. Dia cerewet sekali tentang
rencana studiku. Cinta? Tak pernah aku mau membagi dengan dirinya. Kenapa? Dia
seorang yang berlogika tinggi. Akan membuang semua yang tidak masuk diakal
untuk keberlangsungan hidupnya. Tapi dia hangat padaku. Karena itu aku sangat
mencintainya.
D+30
Sinar
matahari membias masuk kedalam kamar. Suhu hari itu sangat dingin. Cukup
membuat kondisi luar jendela mengembun. Aku ingin jalan-jalan! Tapia apalah
daya aku belum punya banyak teman yang tahu kondisi serta tempat bagus disini.
Sudah 30 hari sejak aku sampai di Negara idol ini. Urusan administrasi sampai
dengan rencana studi sudah selesai di urus. Aku masih harus menunggu sampai dua
bulan kemudian untuk memberikan rencana penelitianku dengan pembimbingku. Iya
harus aku menunggu waktu selama itu dikarenakan pembimbingku punya jadwal
penelitian mendadak yang mengharuskannya terbang ke Jerman untuk proyeknya.
Tentu saja aku tidak kemudian menyerah. Aku sudah mengirimkan proposal serta
metode ilmiahku ke beliau dan beiau menyetujuinya namun untuk memulai aku harus
menunggunya sampai korea terlebih dahulu. Sembari menunggu aku sudah mengambil
beberapa objek yang akan aku uji.
View
latar—
Jika
ini adalah cuplikan drama atau film dokumenter maka kamera akan menangkap
poster serta kumpulan album favoritku. Tentu saja aku tidak mau menyia-nyiakan
kesempatan memilih Negara tujuan studi dengan satu keuntungan bukan? Iya aku
adalah perempuan berusia 23 tahun yang mengalami musik idol korea generasi
pertama. Aku semakin menggilai oppa-oppa. Untungnya aku tidak tumbuh menjadi
perempuan yang kemudian mengubah tujuan. Musik mereka menemani aku belajar.
Menemani kegalauanku jaman remaja. Memotivasiku untuk tumbuh dengan kerja keras
seperti yang mereka lakukan.
Selama
ini aku tidak memiliki kesempatan untuk menonton konser mereka. Membeli
almbumpun aku harus menabung ekstra keras sehingga terbeli setelah berbulan-bulan
album itu rilis. Kak Hafiz? Ah dia tidak akan mau memberiku album-album itu
apalagi tiket konser. Meskipun penghasilan sebagai tenaga pendidik terhitung
sangat cukup. Aku dididik dan dipaksa kerja keras untuk memperoleh hasil yang
aku inginkan. Selama ada internet, aku masih menikmati karya-karya mereka.
Tidak apa-apa. Itu menjadi motivasi kembali bukan?
Selama
di Korea aku mengungkapkan jati diriku kembali sebagai fans idol. Poster di
beberapa sudut. Aku tidak membawanya dari Indonesia. Aku mendapatkannya dari
beberapa teman yang sudah aku kenal dari grup sosial media. Dia pandai
berbahasa inggris, sehingga aku sangat terbantu dengannya. Kim Younsu namanya. Aku mengabarinya tentu saja begitu pengumuman
penerimaan beasiswa keluar. Dia bahkan menjemputku ke bandara dan kami
menikmati segelas Americano di kafe dekat asramaku. Aku pikir aku akan suka Americano.
Americano sungguh bukan seleraku. Dua hari kemudian aku bertemu kembali dan aku
mencoba caffe latte dan aku jatuh cinta. Oh aku tipe perempuan yang manis
sehingga menyukai kopi seperti caffe latte ungkap younsu padaku. Sampai saat
ini aku menggilai caffe latte.
Musim
Semi 2021~~
Mataku
terbuka perlahan-lahan. Udara pagi ini terasa lebih hangat. Aku beranjak bangun
kemudian bergegas mengganti piyamaku manjadi baju serta celana berbahan
spandek. Karena masih sedikit dingin tidak lupa aku gelayutkan syal keleherku
yang sudah rapat tertutup sweater berleher kura-kura.
Syalnya
terasa hangat. Syal berwarna abu-abu itu masih harum. Harum yang satu-satunya
aku kenali. Harum yang menjadi wewangian satu-satunya indikator kepekaan segala
indra pada tubuhku. Bayangkan saja jika harum ini sudah tercium, mata, telinga
dan indra diseluruh tubuhku bekerja sama dengan sangat baik. Ah musim dingin
satu tahun lalu…
“Oh
tidak matahari bentar lagi terbit”, ucapku sendiri sambil mengintip cahaya
surya yang berwarna pink mulai terlihat di ufuk timur.
Dengan
santai aku turun dari apartemenku kemudian mulai berjalan dan berlari-lari
perlahan. Tentu saja aku butuh olahraga bukan? Menjadi asisten professor di
korea itu berat. Aku butuh banyak darah untuk mengalir di otakku agar pikiranku
selalu jernih. Kalaupun hatiku sedang buruk, tidak apa-apa selama pikiranku
masih bekerja dengan benar.
Jarum
jam menunjuk angka 6 dengan jarum pendek dan jarum panjang diangka 3. Aku sangat
suka waktu sebelum matahari terbit. Dibandingkan senja di penghujung hari, aku
lebih suka waktu fajar sebelum matahari terbit. Aku punya waktu unuk meluapkan,
berterimakasih kepada semesta dan segala isinya, menangis di awal hari. Ya di
waktu itu aku tidak akan bertemu dengan seseorangpun. Sehingga aku akan menjadi
diriku yang sebenarnya. Menangis sepuasnya. Menarik nafas sedalam-dalamnya.
Bukan untuk healing. Aku bahkan tidak
mau disembuhkan. Rasa sakit ini membawa kenangan. Kenangan dinginnya salju.
Kenangan ada sosok hangat di musim dingin itu. Aku tidak mau menghapusnya. Aku
bersamanya. Membawanya.
Musim
Gugur 2021~~
“Hanaaa”,
suara lembut namun lantang memanggilku di pertigaan jalan.
“Ah
yonsu, mau kemana?”
“Aku
ada final broadcast hari ini. Jadi aku harus menyerahkan naskahku ke PDnim.
Dasar orang tua itu”
“Aaaah,
PDnim yang beruban itu? Kenapa dia bisa beruban begitu parah padahal umurnya
baru diangka 40”
“Itu
karma karena dia selalu mencekik bawahannya”
“Meskipun
begitu karena dia kamu jadi penulis utama di acara ini bukan? Dia bahkan
membuat acara ini dengan mengajakmu langsung”
“Ah
tetap saja. Dia itu psikopat. Kemarin saja dia membanting mikrofon siaran. Aku
tahu itu salah DJ sok terkenal itu”
“Aaah
dia masih siaran? Bukannya sudah hampir habis masa kontraknya? Tidak mau cari
DJ lain?”
“Sudah.
PDnim cerita dia didatangi seseorang.”
“Siapa?”
“Entahlah.
Katanya orang ini ingin diajak bekerjasama. PDnim belum cerita, namun
sepertinya PDnim sangat suka orang ini”
“Heol.
PDnim menyukai seseorang untuk bekerjasama? Biasanya dia akan mencari cari yang
lebih baik diatas yang lebih baik”
“Sudahlah.
Kamu mau berangkat? Ayo berangkat bersama.”
“Ayooo”
Aku
dan younsu menunggu di halte bus dipertigaan jalan 500 meter dari apartemenku
dan 300 meter dari apartemen younsu. Sehingga kami sering bertemu dan berangkat
bersama. Aku menyukainya. Karena younsu akan memulai percakapan didalam bus
dengan “Kau masih sangat merindukannya bukan?”
Aku
suka pertanyaan itu. Karena tidak ada yang tahu aku merindukan siapa selain
younsu. Selain orangtuaku yang sudah pergi bersama di tahun lalu di musim
dingin. Ah kenapa mereka selalu membuat musim dinginku menjadi sangat beku
dengan pergi tanpa diriku.
“Hana,
ayo nanti bertemu di kafe biasa. Sudah lama tidak melihatmu minum kopi
kesukaanmu. Berhenti minum kopi hitam!”
“Ah,
nanti aku kabari ya. Aku tidak bisa janji ada proyek pembimbingku yang harus
aku kerjakan”
“Ya!, yang proyek itu pembimbingmu yang
jadi professor kan dia. Kenapa kamu terus yang melakukan pekerjaannya”
“Ini
adalah tes ujianku kau tahu?! Aku harus melakukannya agr segera mendapatkan acc dan menerima sertifikat setelah
disertasiku selesai.”
“Pikiranmu
selalu positif kenapa hatimu itu masih saja berhenti”
“Sudahlah,
nanti akan aku kabari”
Younsu
adalah rekanku satu-satunya saat ini. Temanku yang dulu berangkat bersama dari
Indonesia sudah selesai dan melanjutkan pekerjaan mereka di Eropa. Kalau aku pikir-pikir
kenapa aku tidak ikut mereka saja dua tahun lalu? Saat itu aku menelan
mentah-mentah janji di suara manisnya. Bodoh dan kini aku terjebak!
-----------------------------------------------------------------------------------------------
Tik Tok Tik Tok Tik Tok
Apa kau tahu bukan hanya kamu yang
tersiksa. Aku membawa rindu yang semakin bertambah masanya dari hari kehari.
Kenapa aku sibuk menenangkan oranglain sementara aku punya satu hati yang tidak
pernah bisa aku tenangkan. Aku melihatmu. Aku tahu kau dimana. Aku mengikutimu,
tapi tidak dengan hatimu. Aku dan hatimu itu jauh. Bisakah aku minta maaf? Atau
aku harus membuat pengakuan padamu? Pengakuan jika aku benar-benar mencintaimu,
Tunggulah sebentar lagi. Aku akan benar-benar memenuhi ruang kosong jemarimu
kembali.
----