Saturday, February 10, 2018

Time was stop. - aku tidak tahu cara menghangatkannya kembali


Hujan kembali datang. Hari ini dingin. Sejak beberapa bulan yang lalu bahkan dingin. Aku tidak pernah mengalami musim dingin atau melihat benda putih bersuhu dingin selama masa hidup dengan mataku sendiri secara langsung. Aku selalu suka salju. Kenapa? Kenapa bisa? Lewat drama, lewat Music Video. Iya aku benar-benar menyukainya. Sampai tanpa sadar aku berucap “Bahagianya merasakan dingin dan menikmatinya seperti itu”.


Tidak lagi setelah Desember tahun lalu. Di negaraku masih berada pada musim panas bersiap beralih ke musim hujan. Iya aku hanya merasakan dua musim. Penghujung tahun lalu aku merasakan dingin yang luar biasa. Lebih dari dingin yang bisa dinikmati. Dingin yang saat ini aku rasakan perih. Beku. Hati, Tubuh, bahkan pikiranku. Sejak saat itu aku takut pada bulan Desember. Akhir tahun yang benar-benar menutupnya. Menutup dirinya dari pandangan penggemarnya. Bahkan orang-orang yang hanya menikmati music serta karyanya. Sejak saat itu berbondong-bondong orang mencari tahu tentang dirinya. Aku tidak. Aku menikmati lagi karyanya dimasa lalu. Membuka kembali folder lamaku.
Rasa sakitku benar-benar berbeda. Aku setuju dengan salah satu pernyataannya di acara radio bahwa luka fisik dan psikologis sepenuhnya berbeda. Kalian tidak bisa mengucapkan bahwa semua orang merasakan hal yang sama. Iya semuanya berbeda.

Aku fobia. Fobia bertemu Desember kembali ditahun ini. Seperti aku akan men-skipnya nanti. Terlalu berat. Beberapa bulan ini aku sudah mengalami waktu yang berat. Oh tidak. Aku sedang ditempa ujian. Aku sedang mengalami musibah. Iya aku mensugesti pikiranku seperti itu. Mencari aktu mengajak teman berbicara atau kembali menjadi sosok sok tegar dan tanpa masalah didepan mereka. Tapi itu mengobatiku. Yang parah adalah saat aku tidak punya lagi rekan yang bisa aku ajak ngobrol. Hanya segelintir orang yang bisa aku ajak berbincang via social media. Aku menjadi pecandu kopi. Bahakan tidak tidur selama tiga haripun sering sepertinya. Hanya kopi. Seperti menjagaku dan membuatku tetap berfikir “aku asih hidup”. Aku menghibur dengan karyanya, kelucuannya. Itu cukup? Iya lebih dari cukup. Aku bukan orang beruntung yang bisa membeli karyanya setiap comeback. Bukan pula yang mendeskripsikan aku bagian dari fandomnya. Karena terlalu malu. Sekarangpun akhirnya malu karena aku punya mata bengkak setiap keluar kamar.

Penenangku? Karyanya. Aku harus mengakui karya terakhirnya adalah pembuat tangis paing deras. Bukan aku tidak bahagia, Aku bahagia dia mempersiapkan album seistimewa itu. Aku tetap melakukan streaming ntuk mendukungnya. Berbedanya aku selalu melakukan streaming baik di MV, comeback stage, live performance. Kali ini hanya berhenti di MVnya. Bahkan di MV terakhir aku tidak bisa lagi mendengar lagu yang sama di MV dalam bentuk Mp3. Atau jika ada di social media terdapat video yang backsoundnya adalah lagu tersebut, buru-buru aku matikan audionya.

Yang lebih menyakitkan adalah karena aku terbiasa mengagumi secara diam-diam makan kali ini aku juga harus memendam kesedihanku secara diam-diam bukan? Mana bisa aku bercerita aku sedih kehilangannya dan mereka tahu aksesoris saja aku tidak punya. Sekejam itu manusia melakukan penilaian. Lebih baik menghindar bukan? Aku lebih baik ditusuk pisau tajam atau belati dibandingkan dengan hujatan.

Aku tidak berani lagi berjalan. Melihat waktu maju. Waktu adalah penyembuh bukan? Tapi sekaligus album kenangan-kenangan di masa lalu. Aku mau memilih mengingatnya. Aku merasakan kehadirannya. Saat aku menangis dibawah dekapan bantal (iya aku menangis tanpa suara) kemudian tanpa sadar aku terlelap tidur. Aku bangun membuka pintu kamar dan melihatnya lewat. Oh! Dia berhenti. Menatapku. Membuka lengannya dan mencoba menarikku dengan dadanya yang luas dan tampak hangat. Aku tak mau menyia-nyiakan momen itu bukan? Iya aku langsung masuk kedalam dekapan. Sungguh hangat. Badanku hangat. Hatiku terlebih. Dia tampak terburu-buru. Aku tak mau kehilangan momen itu kembali. Aku tagakkan kepalaku mencari telinganya yang memerah. “Kau sungguh bekerja dengan keras. Kau sungguh melakukannya dengan baik. Terimakasih banyak”. Dia menjawab. Oh dia menjawabku “Terimakasih banyak. Kamu juga sudah bekerja keras. Jangan sakit. Berbahagialah”. Tiba-tiba saja redup. Cahayaku menghilang. Pergi.

Langsung kuambil Handphoneku. Aku buka proilnya dan menekan tombol “kirim pesan”. Aku mulai mengetik. “Terimakasih sudah hadir dalam mimpiku”.

Beberapa hari kemudian aku melakukan penyembuhan. Tiba-tiba saja aku rindu. Aku mulai mengirim pesan kembali. “Datanglah lagi. Aku merindukanmu”.

Aku belum punya kesibukan. Mungkin itu yang membuatku lebih terpuruk? Tak jarang aku bersama amarahku. Tak jarang aku bersama air mataku. Tak jarang pula aku dengan diamku. Tidak ada teman bicara, Ada takut untuk memulai. Ada pula takut untuk mendengar espon. Duniaku saat ini sedingin ini.



No comments:

Post a Comment

PANDEMIC. Kapan selesainyaaa ?

 Hai. Salam Sehaaat. Sekarang 19 Agustus 2021. Sudah lewat 1 tahun lebih covid menyerang negara kita yang tenang nan bahagia. HAHA. Sadar ga...