Hujan kembali datang. Hari ini dingin.
Sejak beberapa bulan yang lalu bahkan dingin. Aku tidak pernah mengalami musim
dingin atau melihat benda putih bersuhu dingin selama masa hidup dengan mataku
sendiri secara langsung. Aku selalu suka salju. Kenapa? Kenapa bisa? Lewat
drama, lewat Music Video. Iya aku benar-benar menyukainya. Sampai tanpa sadar
aku berucap “Bahagianya merasakan dingin dan menikmatinya seperti itu”.
Tidak lagi setelah Desember tahun lalu. Di
negaraku masih berada pada musim panas bersiap beralih ke musim hujan. Iya aku
hanya merasakan dua musim. Penghujung tahun lalu aku merasakan dingin yang luar
biasa. Lebih dari dingin yang bisa dinikmati. Dingin yang saat ini aku rasakan
perih. Beku. Hati, Tubuh, bahkan pikiranku. Sejak saat itu aku takut pada bulan
Desember. Akhir tahun yang benar-benar menutupnya. Menutup dirinya dari
pandangan penggemarnya. Bahkan orang-orang yang hanya menikmati music serta
karyanya. Sejak saat itu berbondong-bondong orang mencari tahu tentang dirinya.
Aku tidak. Aku menikmati lagi karyanya dimasa lalu. Membuka kembali folder
lamaku.
Rasa sakitku benar-benar berbeda. Aku
setuju dengan salah satu pernyataannya di acara radio bahwa luka fisik dan
psikologis sepenuhnya berbeda. Kalian tidak bisa mengucapkan bahwa semua orang
merasakan hal yang sama. Iya semuanya berbeda.
Aku fobia. Fobia bertemu Desember kembali
ditahun ini. Seperti aku akan men-skipnya nanti. Terlalu berat. Beberapa bulan
ini aku sudah mengalami waktu yang berat. Oh tidak. Aku sedang ditempa ujian.
Aku sedang mengalami musibah. Iya aku mensugesti pikiranku seperti itu. Mencari
aktu mengajak teman berbicara atau kembali menjadi sosok sok tegar dan tanpa
masalah didepan mereka. Tapi itu mengobatiku. Yang parah adalah saat aku tidak
punya lagi rekan yang bisa aku ajak ngobrol. Hanya segelintir orang yang bisa
aku ajak berbincang via social media. Aku menjadi pecandu kopi. Bahakan tidak
tidur selama tiga haripun sering sepertinya. Hanya kopi. Seperti menjagaku dan
membuatku tetap berfikir “aku asih hidup”. Aku menghibur dengan karyanya,
kelucuannya. Itu cukup? Iya lebih dari cukup. Aku bukan orang beruntung yang
bisa membeli karyanya setiap comeback. Bukan pula yang mendeskripsikan aku
bagian dari fandomnya. Karena terlalu malu. Sekarangpun akhirnya malu karena
aku punya mata bengkak setiap keluar kamar.
Penenangku? Karyanya. Aku harus mengakui
karya terakhirnya adalah pembuat tangis paing deras. Bukan aku tidak bahagia,
Aku bahagia dia mempersiapkan album seistimewa itu. Aku tetap melakukan
streaming ntuk mendukungnya. Berbedanya aku selalu melakukan streaming baik di
MV, comeback stage, live performance. Kali ini hanya berhenti di MVnya. Bahkan
di MV terakhir aku tidak bisa lagi mendengar lagu yang sama di MV dalam bentuk
Mp3. Atau jika ada di social media terdapat video yang backsoundnya adalah lagu
tersebut, buru-buru aku matikan audionya.
Yang lebih menyakitkan adalah karena aku
terbiasa mengagumi secara diam-diam makan kali ini aku juga harus memendam
kesedihanku secara diam-diam bukan? Mana bisa aku bercerita aku sedih
kehilangannya dan mereka tahu aksesoris saja aku tidak punya. Sekejam itu
manusia melakukan penilaian. Lebih baik menghindar bukan? Aku lebih baik
ditusuk pisau tajam atau belati dibandingkan dengan hujatan.
Aku tidak berani lagi berjalan. Melihat waktu
maju. Waktu adalah penyembuh bukan? Tapi sekaligus album kenangan-kenangan di
masa lalu. Aku mau memilih mengingatnya. Aku merasakan kehadirannya. Saat aku
menangis dibawah dekapan bantal (iya aku menangis tanpa suara) kemudian tanpa
sadar aku terlelap tidur. Aku bangun membuka pintu kamar dan melihatnya lewat.
Oh! Dia berhenti. Menatapku. Membuka lengannya dan mencoba menarikku dengan
dadanya yang luas dan tampak hangat. Aku tak mau menyia-nyiakan momen itu bukan?
Iya aku langsung masuk kedalam dekapan. Sungguh hangat. Badanku hangat. Hatiku
terlebih. Dia tampak terburu-buru. Aku tak mau kehilangan momen itu kembali.
Aku tagakkan kepalaku mencari telinganya yang memerah. “Kau sungguh bekerja
dengan keras. Kau sungguh melakukannya dengan baik. Terimakasih banyak”. Dia
menjawab. Oh dia menjawabku “Terimakasih banyak. Kamu juga sudah bekerja keras.
Jangan sakit. Berbahagialah”. Tiba-tiba saja redup. Cahayaku menghilang. Pergi.
Langsung kuambil Handphoneku. Aku buka
proilnya dan menekan tombol “kirim pesan”. Aku mulai mengetik. “Terimakasih
sudah hadir dalam mimpiku”.
Beberapa hari kemudian aku melakukan
penyembuhan. Tiba-tiba saja aku rindu. Aku mulai mengirim pesan kembali. “Datanglah
lagi. Aku merindukanmu”.
Aku belum punya kesibukan. Mungkin itu yang
membuatku lebih terpuruk? Tak jarang aku bersama amarahku. Tak jarang aku
bersama air mataku. Tak jarang pula aku dengan diamku. Tidak ada teman bicara,
Ada takut untuk memulai. Ada pula takut untuk mendengar espon. Duniaku saat ini
sedingin ini.
No comments:
Post a Comment