Friday, July 15, 2011

Part III


Hawa dingin kota Jogja pagi ini benar benar merasuk dalam tiap pori tulang dalam ragaku. Sangat dingin. Hari ini aku ada mata kuliah pagi di kampus. Bukan lagi sebagai mahasiswi yg menempuh pendidikan. Melainkan Dosen. Aku berhasil menjadi dosen di kampus negeri yg ada di kota Jogja. Kampusku terdahulu. Memang gelarku sekarang belum mencapai targetku. Namun, semuanya pantas aku syukuri. Magister of Sains. Itu gelarku,
dengan berpegang pada gelar itu aku telah mampu berdiri didepan para mahasiswa/i untuk membina mereka. Dosen matematika telah ku raih. Aku bangga.
“udah mau berangkat toh mba?”, tanya bibiku yg nampak bingung melihatku terburu-buru.
“iya lek …ada mata kuliah yg harus aku ajar”, jawabku.
“neng, sampun dereng dahare?”, tanya om ku.
“dereng om. Bentar lagi. Om panasin motornya dong aku mau cepet nyampe nih””yowes makan dulu sana. Tadi bapakmu nelpon. Udah ngomong? Kangen tuh”
‎”halah, wong kemaren bar bali kok yo wes kangen kangenan wae toh. Yowes mengko tak telpon balik om”
Perckapanku pagi itu dgan pamanku tak berlangsung lama. Aku bergegas menghabiskan sarapanku.
“om aku berangkat ya, mbah aku berangkat ya, as…s.. Aduh ”
“walah bocah. Ora ndelok opo si mbok nengkene, cium dulu toh”
“ah si mbah manja amat si ah. Yaudah sini “, aku bergegas menghampiri nenekku lalu memeluknya dan menciumnya. “assalamualaikum..”, ucapku sembari membawa lari motor maticku. 
Jam di tanganku masih menunjukan pukul 8. Padahal mata kuliah dimulai pukul 9. Jarak rumah dgan kampuspun tak bgtu jauh. Ada apa denganku hari ini? Entahlah.
Aku menikmati perjalanan pagiku menuju kampus. Hilir mudik becak tak sdktpun bera…njak dari pelupuk mataku yg terus fokus kedepan. Merapi tampak biru ditengah alun alun jogja. Angin perlahan masuk sayup sayup didalam helm yg aku kenakan. Nuansa yg beda. Aku seperti ingin mendapatkan hal yg luar biasa. Benarkah? Apa itu? Akupun tak tahu. 
Aku nampak bebas sekarang. Tidak ada lagi beban menempel dipinggir otakku. Bebas. Sangat bebas.
***
Jam mengajarku tak larut sampai temaram Jogja menjemputku diufuk barat. Jam makan siang datang mengajakku untuk keluar ruangan mencari penggan…jal perut. “sepeda!”, teriakku sendiri. Aku lekas mengeluarkan sepeda di depan halaman gedung rektor kampus.Nampaknya aku mau jalan-jalan. Sekalian saja menuju masjid kampus didepan sana untuk menunaikan tugasku melaksanakan solat dzuhur. 
Fakultas filsafat, fakultas kehutanan, fakultas teknik pertanian, dan fakultasku terdahulu MIPA. Fakultas itu yg berada didepan pandanganku saat mengayuh sepeda melepas jenuh sejenak.
Sampailah aku dimasjid kampus yg megah. Lantas, aku …segera membasuh anggota tubuhku dengan air yg dibarengi dengan doa wudhu. Selepas itu, aku memasuki ruangan masjid yg subhnallah megahnya. Didepan tampak ada seorang laki-laki sedang menunaikan solat. Aku tak mengenalinya dari belakang. “mungkin mahasiswa..”, gumamku. 
Solat dzuhur telah rampung aku kerjakan. Tangga masjid yg rindang lantaran dinaungi pepohonan didepan masjid menggodaku untuk singgah sejenak sekedar bernaung dibawahnya. Akupunduduk ditangga yg sejuk itu. Udara panas luar tak mampu menemb…usmasuk celah pepohonan yg seakan melindungiku. Damai. Itu yg aku rasakan.
“hey kau! Menunggukukah?”, terdengar suara dibelakang tubuhku yg sedang meletakkan diri untuk singgah. Aku lekas membalikkan tubuhku.
“kau? Kapan kau kemari?”, ucapku heran. 
“ya aku. Kenapa memang? Aku baru sampai. Ternyata kau sudah berhasil rupanya. Selamat ya!”
“terimakasih. baru sampai? Kau? Kau tidak bekerja kah? ”
“sudah kuselesaikan. Lagipula ada anak buahku yg sudah kuberikan beberapa pekerjaan yg sdkit …lagi rampung. Kau sudah siap?”
“siap apa? Kau ini! Selalu saja tiba* datang. Seperti hantu!”
“bukankah aku memang hantu dalam hatimu? Yg buat kau terus galau bukan dulu?”
“apa? Kau dulu aneh! Dingin! Oh ya, jawab pertanyaanku sebelumnya! Siap apa?”
“siap kulamar!”
“apa?”
‎”sudah tidak ada alasan bukan? Nanti malam aku berkunjung kerumah nenekmu”
“kau mau melamar nenekku? Orang tuaku sedang tidak disini.”
“aku melamarmu di Bogor. Aku ingin menikah di Jogja”
“jangan nanti malam bodoh! Aku akan pulang dulu kesana…!”
“berangkat bersama ku saja”
“oh tidak. Aku akan berangkat sendiri kesana”
“yasudah”
“temui aku disana saja”
“menunggu lagi?”
“kau ini!”
“terimakasih telah menungguku selama 8 tahun ini” 
‎”itu karna hatiku yg enggan melepasmu! Jangan k-pd-an! Eh aku mau ke ruanganku dulu. Mau pulang dulu. Temui aku di Bogor! Daa”
“dandanlah yg cantik! Agar tidak mempermalukanku didepan Ayah!”, ia berteriak kepadaku yg telah mengayuh sepeda b…eberapa meter.
“akhirnya. Dia wanita yg baik ya Allah. Jaga dia selalu untuk selalu membinaku dijalan-Mu”, ucapnya dalam hati. Entahlah, serasa ada yg membisikkan sesuatu ditelingaku yg membuat hatiku bergetar dan jantung berdegub cepat, 
hingga aku menoleh ke laki-laki yg tadi mengajakku bicara, laki-laki yg aku tunggu sangat lama dan akan melamarku. Dia tersenyum. Itu cukup membuatku tersenyum sendiri sepanjang jalan menuju gedung rektor. “jaga dia ya Allah. Agar dapat terus membinaku dalam jalan-Mu”, gumamku dalam hati. Udara panas siang itu tak lagi terasa. Seakan ada yg menaungiku diatas kepalaku dan menyiramnya dgan tetesan air kecil. Seperti hujan kecil. Itu dari senyumnya yg diberikannya tadi pada wajahku. :)

No comments:

Post a Comment

PANDEMIC. Kapan selesainyaaa ?

 Hai. Salam Sehaaat. Sekarang 19 Agustus 2021. Sudah lewat 1 tahun lebih covid menyerang negara kita yang tenang nan bahagia. HAHA. Sadar ga...